Kamis, 15 September 2011

Suram

wajah yang suram kehilangan senyuman,

setiap kali jumpa hanya nestapa.

padahal kata-katanya dahulu sungguh jenaka,

membuat tubuh terguncang hebat karena terpingkal-pingkal.

namun kini terenggutlah segala ceria,

hanya karena tahta tak bertuan.



malang sungguh malang, tak ada sokongan yang didapat melainkan tikaman belati beracun dari segala penjuru.

tak ada kesempatan untuk bertahan.

dipikir orang, wajah suram adalah dewa-dimana segala kehendak dapat terkabul dalam sekali pinta.

ah...ah.. wajah yang suram,

mungkin karena orang berfikir tahtanya hanya karena adanya pertalian yang kuat bukan karena kebolehannya (konspirasi jahat menurut mereka)

malang betul!



wajah yang suram semakin suram,

tenggelam dalam kesunyiaanya sendiri.

terbunuh dalam idealitasnya yang sulit berjalan beriringan dengan mereka.



ah.. wajah yang suram, bukankah kau berdiri gagah diluaran, tak ada yang khilaf akan kebolehannmu,

tak ada yang luput mengingat kelihaianmu. namun sayang beribu sayang kau justru tersesat dalam rumahmu sendiri.

hilang.... tak dianggap.





justru kini kau semakin kehilangan kendali pada kapal yang sedang kau nahkodai.

terpontang-panting tak ada tujuan,

kehilangan rohnya sebagai seorang penggiat sosial.

bimbang ingin melakukan apa.

hingga polahmu tak lebih untuk membunuh dirimu sendiri.





bagiku, waktumu saja yang sedang sial,

tahta itu datang pada saat yang bukan waktunya.

kau begitu naif, mengorbankan dirimu untuk orang lain.



ah... sudahlah, tak ada guna mengingat yang sudah lepas

hanya menggarami luka yang hampir mengering saja.



wajah yang suram menutup pandang

menghalangi tatapku pada rupanya,

dengan senyum tersungging dia memandangku sayu,

sambil berucap "buku ini tlah kututup"





yogyakarta, 29 oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar