Bukan Jakarta namanya jika tak menyimpan segundang cerita. Kota yang selalu mengundang daya tarik yang tinggi bagi semua masyarakat di negeri tercinta ini dari aceh hingga papua, semua insani berbondong-bondong hijrah ke kota yang makin hari makin sumpek terasa. Tak pandang bulu, segala lapisan masyarakat berhasrat besar untuk dapat menginjakkan kakinya di ibukota. Tak hanya untuk singgah sejenak namun juga untuk dapat menetap dan mendapatkan rupiah dari kota yang tak ramah ini.
Terlebih banyaknya sinetron-sinetron yang menggambarkan nikmatnya hidup di kota metropolitan, sebuah hidup penuh dengan mimpi yang akan berakhir bahagia. Si miskin yang akan ditaksir oleh orang kaya dengan segala konflik yang tercipta antara manusia berhati jahat dan berhati baik, penuh dengan air mata namun selalu bisa ditebak akhirnya, yaitu kebahagiaan. Jika penikmatnya masih banyak, bukan hal yang mustahil jika akan ada lanjutan hingga beberapa jilid. Dari mulai dia lahir sampai akhirnya punya cucu. Wow! Panjang bukan? Namun entah mengapa penggemar sinetron tak surut-surut juga, termasuk Ibuku yang selalu sudah siap dihadapan layar TV jika sinetron favoritenya akan tayang. Yah… cerita dalam sinetron seakan membius banyak orang, bahwa Jakarta akan membawa kebahagiaan dan kekayaan.
fyiuhh… Jakarta-jakarta, kota yang tak pernah surut menuai perkara, dari pelecehan terhadap perempuan yang masih marak, larangan merokok di ruang publik yang diabaikan, tentang operasi yustisi yang nyatanya tak juga mengurangi para pendatang tiap tahunnya, tentang banjirnya yang dari tahun ke tahun tak kunjung ada pembenahan yang konkrit, dan tentu masih banyak cerita lainnya yang tak usai diceritakan dalam semalam.
***
Juga cerita yang satu ini, dari pinggiran Jakarta sebelah timur. Tepatnya kampung susukan.
Sebuah kampung yang dekat dengan terminal kampung rambutan, dimana Jika dikalkulasikan banyaknya rumah yang dibangun di kawasan ini, maka bisa dipastikan enam puluh persennya merupakan petakan a.k.a kontrakan. Dengan bentuk yang beragam, para pencari rumah kontrakan dapat menentukan pilihan dengan leluasa, tentunya disesuaikan dengan isi kantong. Ada yang dibayar bulanan atau langsung tahunan.
Selain bangunan kontrakan yang khas didirikan berderetan layaknya kos-kosan, ada juga rumah warga yang disulap menjadi setengah kontrakan-maksudnya penghuni rumah meningkat rumahnya sehingga pada lantai dua dipergunakannya sebagai kontrakan.
***
malam semakin larut, jalan-jalan mulai sepi dari kendaraan-meski masih nampak satu dua orang terlihat masih bercengkrama di pos ronda dalam selimut asap rokok yang mengepul lewat mulut mereka dan tak lupa segelas kopi yang tinggal beberapa kali sruput saja.
tidurlah minah pulas di samping anaknya, yang baru berusia delapan bulan, sedang tetek dibiarkan terbuka tak sempat ditutup sebelum mata terpejam. Suaminya tak kalah pulasnya, bahkan telah mengorok dengan intonasi tak beraturan.
Hujan baru saja usai, udara dinginnya membuat lelah terasa hilang dalam lelapnya tidur. Gerombolan tikus mulai melakukan operasinya, menyusup ke lorong-lorong got atau masuk ke dalam rumah warga yang terdapat lubang menganga pada rumahnya.
Rumah minah yang berukuran tiga kali Sembilan meter itupun tak luput dari serangan tikus yang kelaparan, maklumlah pintu dapur rumahnya yang sudah tua mulai berlubang dimakan rayap. Berapa kalipun diganjal, toh nyatanya tikus-tikus itu jauh lebih pintar dari minah dalam urusan menyelinap.
***
minah terperanjat ketika mendengar suara gelas plastik di dapurnya yang berisi air jatuh menghantam ubin rumah, pasti ulah tikus-tikus got pikirnya dalam hati. Namun, minah justu kaget bukan kepayang ketika disadarinya bukan tikus got yang sedang menggerayangi rumahya, namun sesosok lelaki tak dikenal!
Minah langsung terduduk dari tidurnya, dan mereka saling bertatapan, minah sadar teteknya masih berada diluar sangkarnya-segera dimasukkannya. Minah tak kuasa membangunkan suaminya yang semakin berisik dengan suara ngoroknya, padahal tubuhnya gemetaran sangking takutnya, khawatir si pencuri melakukan hal yang tak diinginkan. minah hanya berkata dengan suara lirih, bahkan mungkin lebih keras suara jantungnya yang berdetak.
“ngapain lo masuk ke rumah gw? Gak ada apa-apaan”
minah merasa miris, melihat radio kreditan yang belum lagi lunas berada dalam tangan lelaki tak dikenal itu.
“cari rumah lain aja” lanjut minah dalam suara yang semakin lirih.
Lelaki itu hanya diam mematung, namun mata mereka masih saling bertatapan. Akhirnya, setelah hening yang lumayan memakan waktu hingga lima menitan itu, lelaki tersebut langsung meletakkan radio kreditan yang belum lunas dan bergegas keluar dari rumah minah.
***
minah yang merasa shock dengan peristiwa yang baru dialami, langsung menangis tersedu. Namun itu tak cukup bisa membangunkan suaminya. Sangking kesal pada lakinya yang hobi ngorok itu, ditendang-tendangnya tubuh suaminya-hingga sang empunya merasa terkaget dan terbangun, dengan muka linglung menatap istrinya yang duduk tersedu-sedu.
“ngapain lo nangis malem2, abis liat setan?”
“yaeleh bang,… makanya kalo tidur jangan kayak orang mati! Barusan ada maling masuk tau!”
“apa? Mana malingnya? Mana? Biar gw tempeleng sini!” suami minah langsung bangun dari tidurnya dan bergaya layaknya si pitung.
“akh… dasar loe bang, telat! Udah pergi lagi malingnya!”
“nah… koq bisa, emang lo apain tu maling?”
belum sempat minah menjelaskan, bayi delapan bulannya menangis mencari puting untuk dihisap. Tak berapa lama, mereka pun ikut pula tertidur bersama malam yang dingin. Bersama pikiran minah yang tak habisnya berpikir terhadap ulah si maling yang memilih rumah kontrakan usang yang ditempatinya untuk mencari barang jarahan.
Dasar, maling goblok!
yogyakarta, 17 januari 2012