Jumat, 04 Oktober 2013

melawan susu formula

Frustasi! itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisiku saat itu. bagaimana tidak, sudah hampir semingguan gadis kecilku mogok makan. Baru dua suapan saja dia sudah meronta, menolak meneruskan. Seluruh jurus sudah dikeluarkan, mulai dari makan bersama bunda dan bapak, berjalan-jalan keliling kampung, sambil bernyanyi dan bercerita, dan yang lainnya, namun tak satupun yang bisa mengembalikan nafsu makannya.
Saat itu usianya menjelang setahun, gadis kecilku tumbuh menjadi anak yang aktif dan sangat cerewet. Padahal dia belum lancar berbicara, namun mulutnya tak hentinya bersuara, jika aku tak memahami maksudnya, sontak dia akan merajuk.
Padahal biasanya dia sangat gemar makan, tiga kali sehari. Apapun makanan yang kuracikkan untuknya selalu ludes dilahapnya, tentu sesuai dengan porsi mungil lambungnya. Tapi seminggu ini entahlah, mengapa tak ada gairah padanya. Keadaan ini membuatku cemas, krn energinya praktis hanya didapatkan dari menyusu padaku. Padahal durasinya tak lagi seperti saat masih belum genap 6 bulan dan ASI bukan lagi makanan pokok baginya. Hal ini berjalan hingga lebih kurang tiga bulanan.
***
Beberapa orang meributkan caraku meracik makanan untuk si gadis kecil, karena alasan makanannya tak pernah kutambahi garam dan gula, menurut mereka itu yang membuat gadis kecilku jadi tak doyan makan karena bosan dengan rasa makanan yang sepo (*tak ada rasanya). Herannya mereka tak bosan memaksaku menambahkan garam dan gula sebagai perasa. Tentu saja kudebat, karena tak mungkin ku melakukan sesuatu tanpa alasan dan riset, terlebih untuk seseorang yang sangat kucintai.
Garam dan gula hanya beban bagi kerja ginjalnya yang masih mungil belum genap setahun, lagipula tak ada fungsi yang bermanfaat pada keduanya. Bayi tentu saja belum memiliki rekaman atas segala macam rasa, kitalah orasng dewasa yang mengenalkan padanya. Karenanya ada baiknya jika kita mengenalkan rasa-rasa dari makanan yang alami, buah-buahan misalnya.
Biasanya sih yang paling gampang adalah pasang muka datar dan senyum-senyum aja kalau lagi banyak orang yang bawel, daripada dilayani justru akan menimbulkan rasa tak enak baik pada diri sendiri maupun pada orang yang sebenarnya ingin membantu kasih solusi dengan cara yang menurutku krang tepat!hahahaha
***
Aku sudah tergiur dengan memberikannya susu formula, barangkali akan membantu. Tapi dalam hatiku terjadi perlawanan, antara iya dan tidak. Rasanya tak tega menyerahkan lambung mungilnya pada sekumpulan bubuk yang berisi banyak bahan-bahan yang justru akan merugikan baginya. Namun aku ingin melihat timbangannya selalu naik ketika kutimbang di posyandu tiap bulannya, satu ons pun tak apalah!hehehe (aku belum mengenal JPC-Jogja Parenting Community, saat itu terjadi). Dan kupikir dengan minum susu formula tentu energinya akan lebih banyak ketimbang dia hanya minum ASI dan menelan sesendok makanan saja.
Setelah perlawanan bathin, akhirnya aku memberanikan diri untuk memberikannya susu formula dengan merek dan harga yang mahal, ada tiga merek yang kubeli, tak satupun yang dikecapnya dengan nikmat. Tiap kali disajikan, gelas langsung ditumpahkan setelah dicicipnya.
Fyiuuhh… aku makin frustasi, meski sebenarnya hatiku menari-nari
***
Paska masa percobaan susu formula yang ternyata gagal, dan ketiga bungkusnya akhirnya dihabiskan oleh adik-adikku. Disitulah aku mulai merenungkan situasi itu dengan lebih tenang, nyaman dan tanpa prasangka. Justru aku bersyukur ketika gadis kecilku menolak mengkonsumsi susu formula, karena jika dia menikmatinya, tentu akan merasa keyang dengan hanya minum susu formula tanpa makan. jelas itu akan menimbulkan masalah yang baru.
Maka dengan tekad yang kuat kusiapkan hatiku penuh kesabaran, aku akan meracik makananan bukan hanya tiga kali sehari, namun sesering yang kubisa lakukan dan sebanyak yang dia minta. Jika pada makan pagi dia hanya mau menelan sesendok, maka tak pernah kupaksa untuk menghabiskan. Namun aku akan kembali melakukankanya beberapa jam kemudian. Melelahkan dan benar-benar perlu kesabaran, karena aku harus selalu menyiapkan makanan yang masih segar dan beragam dalam satu harinya. Aku hanya ingin menghargai kehendaknya, tanpa mau memaksakan.
paksaan tidak akan menyatukan kasih yang tulus.
***
Dan, kau bisa melihat hasil kerja kerasku yang berairmata dan menguras banyak kesabaran saat ini. Lihatlah dia, menjelang usia empat tahun dan masih menjadi anak yang aktif dan cerewet. Apapun akan dia lahap dengan nikmatnya, karena dia akan selalu menghargai apapun yang kau suguhkan padanya.
Kami sering menghabiskan waktu memasak bersama, atau memikirkan menu apa yang akan kami siapkan pada saat makan. Berbelanja di pasar, memilih bahan-bahan yang dibutuhkan. Memujiku saat membuat masakan yang menurutnya lezat, atau mengkritikku karena terlalu asin. Atau hanya meminta rebusan brokoli dan telur ceplok saat melihatku kelelahan.
Akh… kita adalah tim anakku, tentu semua ini tidak akan berhasil jika kita tak saling memahami dan menghargai. Terimakasih atas kerjasama dan proses yang menyenangkan ini.
Penuh cinta, Bunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar