Rabu, 02 Oktober 2013

Gadis kecil itu bernama...

Mungkin hatiku sedang ditumbuhi berjuta tanaman bunga, rasanya berbunga-bunga setiap hari. Yup.. ini karena kehamilanku, betapa bahagia aku menerima anugrah yang tak pernah sanggup kubanyangkan sebelumnya.
Tiap bulan berkunjung ke Dokter Kandungan, betapa takjubnya aku melihat perkembangannya. Janin itu bergerak2 dengan aktif layaknya kecebong. Akh… indahnya.
Namun rasa cemas tak lansung leyap. Bayangan virus cmv seperti hantu yang terus saja mengahantui baik saat sadar maupun terlelap, apalagi kecurigaanku dengan virus rubella yang akan sangat berbahaya jika terpapar pada perempuan hamil yang belum pernah terinfeksi sebelumnya. Tanpa kusadari, aku seperti menciptakan sebuah dunia yang penuh dengan makhluk ganas, bertubuh mungil dengan gigi-gigi taring yang beranak pinak dalam pikiranku, mereka mengejarku tiada lelah. Lalu menghasilkan ketakutan yang luar biasa ke alam sadarku. Setiap waktu aku akan membacakan mantra untuk janinku, dan mengusir semua makhluk ganas itu dari sekelilingnya.
“pergi, jangan ganggu anakku! Jangan membuat hatiku kaku dan patah!”
tak dipungkiri, ini kehamilan yang menguras banyak pikiran dan tenaga. Dan ku sangat bersyukur pada Tuhan, karena lelaki teman hidupku yang sebenarnya orang yang paling menyebalkan di dunia ini, adalah seorang lelaki yang menyediakan hati seluas samudera untuk menghadapi kegilaanku. Tanpa lelah, dia akan mendengarkan setiap halusinasi yang kuciptakan sendiri, atau menenangkanku yang sedang menangis histeris karena merasakan perut yang kencang, khawatir keguguran, atau meyakinkan ku berkali-kali bahwa hasil USG nya bagus. Karena tak jarang, ketika sampai di rumah tiba-tiba menjadi histeris dan menanyakan ulang hasil USG, yang padahal sama-sama kami lihat dan mendapatkan penjelasan Dokter. Bahkan yang paling gila, sudah USG 4D, masih saja aku merasa ketakutan ada yang kurang berada di tubuh anakku, tidak seperti kebanyakan.
Karenanya lelakiku menyortir segala informasi yang masuk ke telingaku, terlebih masalah kehamilan. Pernah satu waktu ku mendapat kabar seorang kawan lama baru saja kehilangan bayinya saat melahirkan, histerisku tak selesai selama sepekan.
***
tidak semua hari kulalui dengan halusinasi buruk, karena ketika bersama teman-teman seperjuangan aku seperti mendapatkan kemerdekaan atas tubuh dan pikiranku. Dengan perut yang membuncit melakukan banyak hal yang sangat kusukai, kuingin mengajarkan pada janinku banyak hal padanya, aku ingin dia merasakan betapa hatiku berdebar saat melakukannya dan tak pernah merasakan lelah karena senangnya. Dari mulai menfasilitasi pelatihan, menjadi MC saat peringatan hari homophobia, mengurusi bayi anak jalanan, bertemu dengan teman-teman waria-gay,-lesbi, dialog antar agama, menulis feature tentang kesehatan seksual dan reproduksi, datang ke acara-acara budaya, dan masih banyak lagi.
“lihat dan rasakan janinku, bahwa dunia ini beragam, banyak warna yang mesti kau pelajari, karena dunia bukan hanya hitam dan putih saja”
***
ini proses kehamilan yang melelahkan, menunggu tepat pada usia kehamilan yang ke-empat puluh minggu. Tanpa ada kontraksi sedikitpun dan janin yang tak juga mau turun ke panggul.
Sial! Tapi ini harus dihadapi, aku mengalami komplikasi kehamilan. Pre eklamsia! Pantas saja, dari mulai ke paha hingga telapak kaki mengalami bengkak dengan ukuran tiga kali lebih besar dari biasanya (jika tidak salah ingat, dimulai pada saat kehamilan 36 minggu). Sakitnya luar biasa, sampai shalatpun hanya mampu kulakukan dengan selonjoran. Jika berdiri terlalu lama, kaki akan terasa kaku dan aliran darah seperti deras mengalir menuju ke telapak kaki. Setiap sore adik-adikku secara bergantian akan mengurut kaki untuk meredakan rasa nyeri (kebetulan aku sudah hijrah dari jogja ke Jakarta untuk melahirkan di kota ini).
Herannya, padahal setiap minggunya aku melakukan kontrol ke Dokter tapi tak satupun dokter curiga dengan kondisiku, apalagi tekanan darahku saat diperiksa sebelum kontrol, normal-normal saja 120/80. Mungkin juga karena sejak minggu pertama kedatanganku di Jakarta, hampir semua rumah sakit kudatangi. Mencari fasilitas dengan kenyamanan seperti di jogja memang tak mudah. Meski sebenarnya salah seorang dokter di salah satu rumah sakit di daerah pasar rebo sudah mengatakan bahwa janinnya tidak mau turun ke panggul padahal usia kehamilan sudah matang. Mesti cesar, namun kubaikan (kelak, akhirnya ku melahirkan juga di rumah sakit itu:-P).
***
aku rebah tak berdaya, pada sebuah meja operasi. Setelah bius yang diberikan dengan suntikan di daerah spinal, Lambat laun dari ujung kaki hingga ke pinggang terasa kesemutan yang luar biasa, lalu menjadi sama sekali tak berasa.
Aku menatap lampu besar yang menyorot tubuhku dengan focus, mengamati bermacam alat yang sedang memonitori kondisi tubuhku, kulihat tertera tekanan darahku masih sekitar 180/100.
Ruang operasi yang hening, hanya terdengar beberapa kali Dokter menyampaikan keperluannya pada asisten-asistennya. Dalam keheningan itu aku merasakan betapa tipisnya membran antara kehidupan dan kematian.
***
gadis kecil itu bermata serupa bidadari, indah seakan ada bintang timur yang sedang bersinar di dalamnya. Beratnya hanya sekitar 2700 gram dengan panjang 47 cm. ukuran baju yang terkecilpun masih sangat kebesaran dikenakannya. padahal saat hamil, beratku naik sekitar 22kg. bisa jadi preeklamsia salah satu penyebabnya, nutrisi tidak bisa maksimal masuk ke janin.
Dia merontak hendak segera menyusu. Air mataku leleh, leleh dalam tawa. Dan kurasakan taman bunga dalam hatiku kembali bermekaran. Aku memeluknya erat, tak percaya bahwa yang kulalui selama ini nyata, dan kami berjodoh untuk bisa bertemu.
Gadis kecilku bernama “Anak perempuan yang membawa kedamaian dan secerdas siti aisya”
Karena dalam kecemasanku yang kuat selama kehamilan, sebenarnya ada rasa damai yang senantiasa menyertaiku. Aku bisa merasakan energi positif yang diberikan janinku, dan mendengar bisikan lembutnya “jangan khawatir bunda, aku baik-baik saja”.
penuh cinta, Bunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar