Kamis, 10 Oktober 2013

adik laki-laki

melihat maraknya berita di media massa tentang banyaknya angka KTD (kehamilan yang tidak direncanakan), perkosaan, pelecehan seksual, sungguh membuat merinding. Bagaimana tidak, karena korbannya adalah perempuan. Rahim dan vagina yang tercipta melekat pada tubuh perempuan, justru menjadi titik lemah bagi perempuan itu sendiri.
aku seorang perempuan dan melahirkan seorang bayi perempuan. Tentu perasaan cemas sudah menghinggapiku sejak kelahirannya. Entah dunia macam apa yang akan ditinggalinya saat dia dewasa nanti. Mungkinkah akan makin banyak orang yang buang hajat sembarang demi memuaskan birahinya ataukah dunia yang akan semakin ramah terhadap perempuan, entahlah.
***
Maka kami (aku dan lelakiku) menciptakan sebuah keluarga yang tak tabu bicara tentang seksualitas. Dan kami memulainya dengan mengenalkan organ reproduksi sesuai dengan nama ilmiahnya, penis dan vagina bukan dengan alias.
Pernah satu waktu seorang teman bercerita tentang anak tetangganya yang menahan sakit pada penisnya, si anak tak berani bercerita perihal sakitnya itu, dia hanya sering mengatakan “bu manuke, manuke loro”
Si ibu yang jengkel, karena kebetulan suaminya memelihara banyak burung di rumah. Tidak pernah menggubris perkataan anaknya, karena dianggap si anak sedang membicarakan tentang burung peliharaan bukan penisnya. Sehingga si anak harus telat mendapatkan perawatan Dokter, padahal usianya baru sekitar enam tahunan.
Tradisi yang tabu di budaya kita justru membuat anak tidak bebas berbicara tetang seksualitas. Alih-alih ingin menghindarkan anak-anaknya dari pergaulan bebas tapi justru ikut menjerumuskannya.
***
gadis cilik tumbuh dengan kebebasannya, dia merdeka untuk bertanya apapun-termasuk seksualitas. Dan kami ingin menjadi sumber pertama yang akan selalu diajaknya berdiskusi, sehingga kami pun selalu berusaha untuk memberikan informasi yang sebaik-baiknya.
Gadis cilik pun memahami siklus menstruasiku, bahkan dia pernah kutunjukkan bagaimana caranya menggunakan pembalut. Pertanyaanya mengalir deras. Kenapa hanya perempuan yang menstruasi? Apakah laki-laki juga menstruasi? Kapankah aku menstruasi? Kapan payudaraku bisa sebesar bunda? Apakah sakit ketika menstruasi, karena darahnya begitu banyak? Kenapa kalau menstruasi tidak shalat?
Pertanyaan-pertanyaan itu membawanya pada rasa empati saat melihat aku sedang mengalami nyeri menstruasi, biasanya di hari pertama. Dia akan mengizinkanku rebahan dan terlelap tanpa diganggu, lalu dia akan bermain di sampingku dengan suara yang lirih. Jika dilihatnya aku kesakitan, dia akan memijat tubuhku. Jika dia merasa lapar, dia akan bertanya sangat sopan
“map bunda, apakah sakit jika membantuku mengambilkan makan?”
Hehehe… anak itu, sungguh luar biasa bisa memilikinya. Tapi ya tentu saja-namanya juga anak-anak, jika melihatku sudah segar kembali, maka daftar keinginannya tak bisa terbendung.
***
Mengenalkan tentang organ reproduksinya berarti juga mengenalkan bagaimana merawat dan bertanggung jawab atasnya. Selain itu kami juga mengajarkan agar melindungi bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain.
Tentu gadis cilik tak hanya mengenal organ reproduksi perempuan, dia pun dikenalkan dengan organ reproduksi laki-laki. Lalu diajukannya beberapa pertanyaan, Kenapa laki-laki kencing berdiri dan tidak basah? Kenapa ketika ku melakukannya kakiku jadi basah? Apakah anak laki-laki lahir dari laki-laki dan anak perempuan lahir dari perempuan?
***
Suatu sore kami berkunjung ke rumah kerabat, gadis cilik asyek bermain boneka yang ada di rumah tersebut. Lalu seseorang bertanya padanya
“pengen punya adik, gak?”
“pengen dong, aku pengen punya adik yang ada penisnya sama kaya bapak”
Ups, semua mata terbelalak, berpadangan satu dengan yang lainnya. Aku dan lelakiku hanya cengar-cengir, lalu menjelaskan bahwa kami membiasakan dengan menggunakan kata ilmiah bukan alias.
Tentu orang belum terbiasa mendengar anak usia tiga tahun berbicara penis dan vagina tanpa ada beban. Bagi kami ini bukan mengajarkan porno, tapi justru mengajarkan dia lebih terbuka dan bertanggung jawab.
Karena berbicara tentang seksualitas harus dimulai dari rumah.
penuh cinta, Bunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar