penuh cinta, Bapak.
aksara nurul
cerita dari seorang saya
Minggu, 13 Oktober 2013
imagine, Shelo
Januari 2012
Shelomita meminta untuk bermain dan belajar di sekolah PAUD.
Satu purnama berlalu, Shelo akhirnya mendapat kesempatan untuk bermain dan belajar di Milas. Pengalamannya dicakar oleh teman sebaya pada saat “trial” di sekolah dekat rumah membutuhkan waktu untuknya beradaptasi dengan lingkungan, orang-orang dan petualangan barunya. Dia membutuhkan waktu untuk belajar berbagi dengan teman sebayanya karena selama ini dia bergaul dengan lebih banyak orang yang lebih dewasa, teman-temanku dan istriku.
Kami mengamati poses belajarnya, dia memiliki perbendaharaan kata yang lebih banyak dari teman seusianya. Dia belajar kosakata baru dan antusias untuk menanyakan kepadaku dan bunda sesuatu hal, baik benda, kata kerja dan kata sifat yang belum dipahaminya. Dalam ingatanku, ada kosakata baru setiap minggu yang dikuasainya. Bundanya rajin mengajari dan mendampingi Shelo dalam belajar kata-kata baru. Ada beberapa yang sulit dieja dan diucapkannya, terutama menyebutkan benda atau kata kerja lebih dari 2 suku kata.
Caranya menyebutkan benda dan mengucapkan kata kerja atau kata sifat sesuai kemampuanya seringkali terdengar lucu. Jika aku didekatnya, sering kugoda. Setengah purnama sekolah, Shelo masih kesulitan menguasai 2 kata, yaitu kecoa dan plastik. Meski begitu, dia tetap mengucapkannya sesuai dengan keinginannya. Kami mendampinginya dan selalu mencoba memberikan pemahaman dengan pengucapan yang benar.
Karena kesulitan menyebutkan kecoa, Shelo menyebut “Sekoa” dan plastik disebutnya “sepatik”.
“Pak, tolong ambilin sepatik ya!”, ambil menunjukkan plastik yang berada di rak di atas meja.
“Sepatik?”, aku menggodanya. Shelo tersenyum.
Aku mengambil dan memberikan plastik kepadanya, “Ini plastik gendhuk. Ayo coba kita ucapkan bersama ya!” ajakku.
“Plas – tik, apa?” kuminta dia meneruskan.
“Plas – tik”, jawabnya menirukan aku.
“Apa coba?” tanyaku kemudian.
“Sepatik”, jaabnya. Kami pun tertawa.
Cerita lain tentang belajar mengucapkan adalah Kecoa. Seringkali dia berlari kepadaku sambil berteriak.
“Pak, ada sekoa pak, ada sekoa!” sambil menjatuhkan tubuhnya padaku.
Aku kemudian menggendongnya dan mengajaknya melihat apa itu sekoa. Setelah tahu yang membuatnya takut adalah kecoa, aku menjelaskan padanya bahwa itu adalah kecoa, salah satu serangga yang seringnya tinggal di Got, saluran air dan kamar mandi. Kebetulan rumah mungil yang kami sewa dekat sawah dan ada banyak serangga yang singgah, salah satunya kecoa.
“Itu kecoa gendhuk, serangga”, jelasku.
Setengah purnama ini, Shelomita tak pernah melewatkan bermain dan belajar di sekolahnya. Dia mau dibangunin pagi hari, dimandikan dan menggunakan pkaian yang dipilihnya. Dia selalu bersemangat. Tidak sepertiku dulu, yang enggan mandi dan enggan sekolah, Alhamdulillah…
Shelo mulai menikmati bermain dan belajar, mempraktekkannya bersama kami di rumah pada sore harinya. Dia mengajak kami (aku dan bunda) untuk mengulang apa yang dipelajarinya di sekolah.
“Bermain peran” adalah kegiatan yang kami lakukan setiap sore atau malam hari sepulangku dari PKBI. Terkadang, belum sempat melepas jacket, tas dan helm, aku langsung digandeng untuk bermain peran. Kami memainkan peran “Mulai Belajar”. Dalam permainan tersebut, Shelo meminta kami memanggilnya bu guru Shelo.
Dia membuat “scenario” permainan yang diadopsinya dari kegiatan di sekolah, mulai awal hingga akhir. Dimulai dengan pembukaan, melepas sepatu, melakukan pengundian pembagian tugas, menyiapkan makanan dan merapikan tempat makan dilakukanya dengan sangat cantik, hampir sempurna menurutku.
Posisi duduk kami diatur, melingkar, duduk rapi, bersila, kedua tangan kami diletakkan di atas paha. Dia mengkonfirmasi kesiapan kami.
“Teman-teman, sudah siap belum?”, kalimat pembukanya, menanyakan kepada kami.
“Sudah”, jawabku dan bunda serempak. Jika salah satu ada yang tidak konsentrasi, Shelo akan mengulang pertanyaannya. Jika tetap tidak konsentrasi, Shelo akan menegaskan,
“Bapak, sudah siap belum?” tanyanya padaku.
“ohh, siap, siap, sudah siap”, jawabku segera. Aku memperbaiki posisiku, serius memperhatikan. Meskipun dia meminta dipanggil bu Guru, dia memanggil kami bapak dan bunda. Ku merasa bangga karena dia mampu memposisikan sebagai guru dan anak. What a day.
Setelah semua dirasa siap, Shelo meneruskan permainan. Tangan mungilnya ditangkupkan, seolah membawa kertas undian untuk kami pilih. Permainan “Undian Imajinasi” dimainkannya. Kami diminta mengambil kertas undian dari tangannya dan diminta membacakannya. Biasanya, sebelum kami membaca, kami sudah ditanya.
“Bapak doa apa? Bunda doa apa?”, tanyanya pada kami.
“Bapak doa makan ya!? Bunda doa pulang ya!?”, pertanyaan tertutupnya yang harus kami jawab segera. Selepas kami mengangguk atau menjawab “ya” tanda setuju, dia menuju tembok dan tangan mungilnya memberikan tanda, seperti checklist tanda bahwa kami sudha mendapatkan peran amsing-masing., lagi, game “imajinasi”.
Meskipun begitu, yang memimpin tetap Shelo. Sejurus kemudian, kami diminta duduk rapi, ditanya kembali “Teman-teman, sudah siap belum?”, “Sudah” serempak kami menjawab.
“Tuhanku, terimakasih atas pagi yang cerah ini. Berkatilah kegiatan kami hari ini, Amin”.
Hampir setiap hari kami memainkan peran ini dan Shelo menjadi “fasilitator”-nya.
Langganan:
Postingan (Atom)